rss

About Me

Foto saya
Saya seorang yang selalu ingin belajar dan mengajar demi kepentingan publik dan masyarakat.

Rabu, 27 Mei 2009

Oleh: Markus Mardianto,
Program Developer and Facilitator Pedagogy di Sampoerna Foundation Teacher InstituteTeknologi tak bisa dikendalikan.

Google, Yahoo, Blog, Wikipedia, Youtube, Facebook, serta nama-nama lain dalam teknologi Web 2.0 saat ini seolah bagian dari keseharian para siswa, anak-anak didikkita. Meski hanya sehari, tanpa telepon genggam pun hati mereka rasanya tak tenang. Sesaat, tanpa itu semua hidup serasa hampa.Cukup lewat jari-jari, segalanya pun begitu mudah dan ringkas tersaji di depan mata. SMS, kamera, MP3/MP4 Player, Bluetooth, 3G, GPRS, GPS, dan banyak lagi yang membuat mereka sangat mudah menjalani hari demiharinya. Oleh mereka, dunia serasa semakin kecil, karena kini memang sudah tergenggam di tangannya. Interaksi sosial pun mereka lalui tanpa melewatkan teknologi. Warnet atau kafe-kafe hotspot seakan "rumah kedua". Kafe bukan lagi milik orang dewasa, melainkan "milik bersama" mereka, yang rutin mereka sambangi. Di situlah mereka kerap berkenalan, berbincang, serta membangun jaringan sosial sambil menyeruput segelas coklat atau kopi panas.Sulit dimungkiri, seperti itulah kiranya sebagian besar wajah generasi muda kita saat ini. Wajah, yang pada tahun 1980-an silam, mungkin tak sempat atau pernah kita bayangkan bakal terjadi.Ya, mereka memang terlahir dan hidup dalam dunia digital, dunia yang diadopsi sebagai bagian keseharian, gaya belajar, serta berinteraksi sosial. Mereka adalah generasi digital natives, penduduk asli dunia digital. Mereka, melalui naluri alamiahnya, bisa dengan mudah mencari berbagai informasi, belajar dan memecahkan masalahnya sendiri, serta menciptakan berbagai inovasi kreatif dengan segala pernak-pernik teknologi.Mereka nikmati musik secara digital, bermain pun secara online. Mereka cenderung menyukai komputer, gambar, animasi, video, dan terakhir barulah dokumen berbentuk teks.Mereka pun menghayati perannya sebagai multi tasking. Mereka menyukai pekerjaan yang dilakukan dengan cara dan dalam waktu bersamaan. Sementara kita, orang dewasa, adalah digital immigrants. Kita adalah warga pendatang di dunia digital mereka itu. Kita cenderung menyukai informasi dalam bentuk kertas dangan banyak teks, barulah kemudian gambar dan video.Kini, bagaimana kita (para pendidik dan orang tua) menyikapi fenomena ini? Apa solusinya?http://www.kompas.com/read/xml/2009/04/13/15041824/generasi.digital.siapkah.kita.menghadapinya.bagian.i.Keberadaan siswa dan anak kita sebagai "penduduk asli" dunia digital bukan berarti membebaskan tanggung jawab dan kewajiban kita untuk terus membimbing mereka tentang manfaat teknologi. Bahkan, saat melihat mereka lebih menguasai dalam penggunaan teknologi ketimbang kita sebagai orang dewasa, mereka bukan tidak butuh perhatian dan pendampingan kita.Memang, berbeda dengan kita, mereka tidak takut mencoba apapun yang belum mereka kuasai. Harus diakui, inilah kali pertama dalam sejarah umat manusia, bahwa generasi muda memiliki pengetahuan dan pemahaman lebih luas dalam aspek pendidikan dibandingkan generasi sebelumnya, yang biasanya berperan sebagai instruktur dan narasumber bagi mereka.Melihat fenomena itu, salah satu aspek yang erat sekali hubungannya adalah aspek pendidikan. Tiga pilarnya yang langsung menyentuh dengan kehidupan digital mereka itu adalah sekolah, guru, dan orang tua. Adalah tanggung jawab guru dan orang tua untuk memilah dan memaksimalkan peran teknologi sebagai alat dalam proses pembelajaran di sekolah maupun di rumah.Dalam forum Educator Sharing Network (ESN) dengan topik 'Digital Natives vs Digital Immigrants' yang diselenggarakan oleh Sampoerna Foundation Teacher Institute (SFTI), di Jakarta, bulan Januari lalu, seorang praktisi pendidikan, Agus Sampurno dari Sekolah Global Jaya, memaparkan fenomena ini di depan lebih dari 100 audiensi. Mereka datang dari kalangan guru, orangtua, kepala sekolah dan pemerhati pendidikan lainnya.Di forum itu, Agus menyatakan, sebagai pendidik kita tak bisa lagi mengajar anak didik dengan cara-cara seperti dulu. Kita perlu memahami apa yang disukai anak kita saat ini. Untuk itulah, "jurang pemisah" antara warga asli dan warga pendatang harus dijembatani, sehingga akan terjadi sinergi yang baik antara kedua generasi itu.Selang dua minggu kemudian, SFTI kembali memfasilitasi kegiatan serupa dengan tema yang masih berkaitan dengan dunia digital. Dibawakan oleh Jane Ross, seorang guru kelas 5 SD dari Sinarmas World Academy, topik diskusi kali itu bertajuk 'Karya Anak Online'. Rose memaparkan, dengan teknologi sederhana seperti kamera pada telepon genggam ternyata dapat menciptakan pembelajaran menarik bagi siswa. Namun beliau menambahkan, sayangnya banyak guru yang belum menyadari hal tersebut.Untuk itulah, masih dalam rangka menindaklanjuti refelksi kedua forum tersebut, SFTI kembali menggelar serangkaian seminar sehari dan pelatihan dua hari. Dilaksanakan pada tengah Februari 2009 lalu, seminar bertajuk 'The Gap Between Digital Natives and Digital Immigrants' kali ketiga ini dibawakan oleh tandem Agus Sampurno dan Gerald Donovan, Wakil Direktur sekaligus Guru Bahasa Inggris di Sekolah Bogor Raya. Seminar berupaya membuka jendela informasi bagi peserta, bahwa perubahan global yang dulu diperkirakan hanya akan terjadi di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, ternyata telah terjadi di negara-negara Asia seperti India dan Cina.Sejatinya lewat penyelenggaraan forum tersebut, banyak guru dan pemerhati pendidikan yang kemudian terbuka paradigmanya. Bahwa, teknologi tidak selalu mutlak dikaitkan dengan mata ajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Sebaliknya, mata ajaran apapun dapat terintegrasi dengan penggunaan TIK, selama guru mulai mencoba dan mengembangkan kurikulumnya dengan maksimal.Refleksi positif lainnya dari kedua forum itu, guru pun perlu dibekali pelatihan penggunaan teknologi dalam pembelajaran. Karena untuk mencapai hasil belajar maksimal, guru harus mengenali dan menyelami cara mereka belajar saat ini. Mereka adalah digital natives, yang sangat mementingkan peran digital tecnology dalam proses pembelajarannya. Terkait dunia mereka, beberapa keadaan yang tidak mudah dikendalikan adalah soal kekerasan dan pelecehan di internet. Keadaan itu biasa dikenal dengan istilah cyber bullying. Mereka mampu melakukan segala sesuatu yang tidak dapat dilakukan di dunia nyata. Dan jika hal itu ditanggapi dengan positif, guru akan memahami bahwa siswa yang memiliki keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi di dunia nyata akan terfasilitasi dengan teknologi Web 2.0.Ya, di situlah peran guru dimulai, yaitu untuk ikut berkomunikasi dengan mereka, membimbing mereka di dunia nyata. Apalagi saat ini, banyak anak didik kita yang memiliki sifat ’pendiam’, namun memiliki blog pribadi yang berisi ekspresi-ekspresi nan lugas dan karya tulis mengagumkan. Sebaliknya, semua ekspresi itu belum pernah ditunjukkannya di dunia nyata.Sejatinya, hal tersebut menggambarkan, betapa peran orang dewasa sangat diperlukan untuk mendampingi mereka dalam proses belajar. Alhasil, kalau orangtua dan guru tidak terlibat, kita tidak tahu apa yang telah dilewatkan. Untuk itu, perlu kiranya para digital immigrants seperti kita pun mengenal beberapa contoh situs terkait langsung dengan nilai-nilai sebagai warga digital.http://www.kompas.com/read/xml/2009/04/13/1741027/generasi.digital.siapkah.kita.menghadapinya.bagian.ii..Dengan begitulah tercipta sinergi antara guru, orang tua, dan murid. Jika murid dan orang tua kemudian bisa berkomunikasi di rumah, sinergi itu kemudian mencipta komunikasi antara guru dan murid untuk berbagi pengalaman saat kembali menerapkan teknologi di dalam kelas.Di beberapa pelatihan yang digelar oleh Sampoerna Foundation Teacher Institute (SFTI), para pendidik diberi kesempatan mengembangkan cara merancang kebijakan dalam penggunaan teknologi di sekolah dengan melibatkan partisipasi siswa. Tujuannya, proses pembelajaran menggunakan teknologi ini memungkinkan terciptanya rasa tanggung jawab yang tumbuh dari diri siswa untuk menjaga nama baik siswa, guru, dan sekolahnya.Setelah peserta mengetahui upaya menciptakan guru dan siswa menjadi warga digital yang baik tersebut, Gerald Donovan, Wakil Direktur sekaligus Guru Bahasa Inggris di Sekolah Bogor Raya, melengkapi sesi pelatihan berikutnya dengan judul 'How to Utilize Web 2.0 in Learning Processes'. Di sini, peserta diperlihatkan berbagai contoh situs pembelajaran online, baik yang dikembangkan oleh guru maupun oleh siswa.Pada sesi pelatihan terakhir itu, Gerald, yang rajin menggunakan teknologi dalam proses pembelajarannya, mengajak peserta berpraktek langsung melakukan interaksi secara online menggunakan beberapa teknologi Web 2.0. Mereka, para guru itu, dikenalkan mulai dari Google Earth, Google Sketch Up, Delicious, Youtube, Wiki, serta beberapa online games yang dapat digunakan guru dan orangtua dalam memfasilitasi proses pendidikan, baik di sekolah maupun rumah.Berangkat dari situ, Gerald kembali menggaris bawahi kebijakan sekolah dalam penggunaan internet, yang disebutnya dengan Acceptable Used Policy (AUP). Dalam hal ini, beliau menegaskan anak yang terlibat dalam situs terlarang adalah anak yang memang berniat mengaksesnya. Sebaliknya, mereka akan mengalihkan situs tersebut bila mereka tidak menginginkannya.Jadi, kunci utama sebenarnya adalah empowerment, bukan control terhadap anak maupun kebijakan sekolah itu sendiri. Lalu, Gerald pun mengajak peserta yang terdiri dari guru dan orang tua murid agar memiliki keinginan untuk memulai dan terus belajar menggunakan teknologi di setiap saat membimbing anak dan siswanya dalam menggunakan teknologi. Gerald mengharapkan, para guru dan orang tua bisa berkomunikasi dan berbagi pengalaman saat mereka kembali ke sekolah ketika menerapkan teknologi di kelasnya.Tentu hal ini tidaklah mudah bagi seorang guru ataupun orangtua dalam mempersiapkan anaknya sebagai ahli waris teknologi di dunia pendidikan. Perlu adanya komitmen yang kuat dan jalinan kerjasama yang baik antara pemerintah, kepala sekolah, guru, siswa dan orangtua serta masyarakat dalam merubah paradigma ini.Ya, sebuah perubahan yang baik perlu diselaraskan dengan cara pandang yang baik pula. Kita tak lagi dapat bersembunyi dari pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Banyak aspek kehidupan yang belum lahir 20 tahun yang lalu, kini hadir di tengah-tengah kita, di jenis lapangan kerja baru, materi perkuliahan baru, serta bisnis dan industri baru, baik skala kecil, menengah, maupun besar.Perubahan akan terus berlanjut, namun paradigma kita, khususnya guru dan orangtua, pun harus mampu menyesuaikan diri dengan positif. Sekarang, apakah sistem pendidikan, kurikulum dan staf pengajar di sekolah Anda siap menghadapi tantangan ini?Harus siap. Karena, kita tidak akan pernah tahu perubahan apalagi yang akan terjadi 20 tahun lagi. Untuk itulah, kita harus mempersiapkan dan membekali generasi penerus kita menjadi pembelajar sepanjang hayat untuk dapat menciptakan inovasi baru dalam memberikan solusi bagi kehidupan masyarakat di masa mendatang. http://www.kompas.com/read/xml/2009/04/14/08054874/hadapi.generasi.digital.kita.harus.siapbagian.iii-habis..

MUI Jawa Timut Mengharamkan Face Book


Facebook, sebagai sebuah ‘sarana’ dan ‘senjata’ pada dasarnya statusnya berawal dari netral yaitu halal. Pengguna facebook-lah yang kemudian menjadikannya berubah ‘status’ menjadi haram atau tetap dalam kehalalannya. Halal ketika digunakan tetap pada koridor kepatuhan syar’I dengan menjaga adab-adab dan etika pergaulan. Haram ketika facebook digunakan untuk memperlancar kemaksiatan serta mendalami hal-hal yang sia-sia tiada guna. Jadi sampai dititik ini, kembali kepada pelakunya. The man behind the gun.FILOSOFIS KEHALALAN FACEBOOK Filosofis status awal kehalalan facebook sendiri bisa kita yakini dari beberapa dalil syar’I, diantaranya secara sederhana kami sebutkan :1. Kaidah : “ Al-Aslu fil As’sya’ Mubahah “. Yaitu asal (hukum) dari segala sesuatu awalanya adalah boleh. Segala sesuatu dimuka bumi ini, awalnya memang dijadikan sebagai fasilitas bagi manusia untuk mengelolanya. Karenanya status awalnya memang boleh, bahkan memang diarahkan untuk membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan dan melacarkan pekerjaannya. Dalam beberapa ayat diisyaratakan hal tersebut :“ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu “ (QS Al-Baqoroh 29)“Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. “( QS Luqman 20)2. Lebih mendalam lagi , dalam masalah ‘muamalat’ atau segala hal yang tidak berkaitan dengan ibadah khusus, semacam : jual beli, transaksi, budaya, politik, maka berlaku kaidah yang menyatakan : “ Asal dari muamalah, adat (budaya) adalah halal, hingga datang sebuah dalil yang shohih (kuat) dan shorih (jelas/tegas) dalam pengharamannya” . Hali ini berbeda dengan tatacara ibadah, dimana kita tidak boleh bereksperimen dalam ibadah, hingga ada dalil yang jelas mengaturnya. Kaidah ini termuat secara lugas dalam kitab I’laam Muwaqiinn karya monumental Ibnul Qayyim al-Jauziyah. Nah, dalam kaidah ini posisi facebook jelas masuk dalam kategori “budaya” atau bahasa yang lebih populernya adalah : life style. Karenanya, jika ada nash-nash syar’I yang menghantam banyak aktifitas facebook kita, dengan sendirinya status kehalalannya layak dipertanyakan ulang.3. Banyak dijelaskan dalam riwayat shohih tentang netralitas sebuah ‘sarana’ atau wasilah. Di dalam Al-Quran saja, ketika menyebut tentang harta selalu mengarah pada statusnya sebagai sarana. Karenanya banyak ayat AL-Quran yang mencela orang-orang yg gagal menggunakan hartanya untuk kebaikan, dan sebaliknya ; memuji mereka yang berhasil mengelola hartanya dengan baik sesuai aturan agama. Jika mau melihat contoh lebih ekstrim lagi, di dalam sebuah hadits juga disebutkan bagaimana “kemaluan” (maaf-red) adalah sebuah sarana yang bisa berbuah pahala sedekah, jika digunakan untuk menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri, tetapi bisa juga berubah menjadi kehinaan dan dosa besar jika untuk berzina dan perselingkuhan. Nah, dengan demikian “facebook’ sebagai sebuah sarana, mengikuti ‘teori netralitas’ sebagaimana sarana atau senjata yang lainnya.MEMAHAMI PENGHARAMAN FACEBOOKMunculnya fatwa haramnya facebook di Jawa Timur harus disikapi dengan arif. Saat ini bukan zamannya merasa benar sendiri. Banyak komentar di facebook yang kadang mencela berlebihan terhadap fatwa tersebut. Tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada yang berkomentar, saya tidak terlalu yakin bahwa mereka yang berkomentar itu telah mengkaji sungguh-sungguh tentang hukum facebook dalam Islam. Lebih banyak yang muncul adalah argumentasi-argumentasi pembelaan yang lebih terasa aura subjektifnya daripada objektif. Barangkali kita –sesama facebooker dan blogger dakwah- perlu sedikit berlapang dada jika memang fatwa tersebut muncul dengan prosedur yang benar, yaitu melihat secara tinjauan dalil syar’I yang dipasangkan dengan realitas yang ada. Kita juga perlu memahami lebih mendalam tentang ‘hakikat’ sebuah fatwa, sehingga tidak terlalu tergesa-gesa untuk memandang sebuah fatwa dengan sebelah mata.Bagi penulis, apa yang tertuang dalam fatwa tersebut sudah selayaknya dipahami dengan melihat dari dua sisi pandang islam.Pertama : Kaidah Ushul Fikh tentang “ Saddu Ad-Daarooi’ “, yaitu dimungkinkannya mengharamkan suatu hal –yang awalnya halal- untuk mencegah terjadinya sebuah kemaksiatan atau kerusakan yg lebih besar. Didalam Al-Quran disebutkan beberapa contoh, diantaranya : “ Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan “ (QS Al-An’am 108) . Ayat di atas melarang kaum muslimin untuk mencela sesembahan selain Allah, bukan karena hal itu adalah terlarang, tapi karena ditakutkan akan berbuah kerusakan yang lebih besar, yaitu mencaci maki Allah SWT dengan yang lebih tidak berdasar lagi.Nah, sebagaimana kita tahu, bahwa proses lahirnya fatwa tersebut juga dari hasil pengamatan pada perilaku santriwati yang terjangkit “facebook addict” sehingga mengubah konsentrasi mereka dari belajar ke pertemanan yang lebih luas tanpa batas. Pihak pengasuh juga ‘mungkin’ melihat beberapa kasus upaya lawan jenis untuk memikat santriwati anak didik mereka. Jadi dari pijakan inilah, mungkin fatwa tersebut disusun. Yaitu tidak lebih dari upaya ‘pencegahan’ atas sebuah akibat yang lebih besar lagi. Barangkali yang dimaksudkan adalah ; menurunnya prestasi santri, plus pergaulan yang tidak terkontrol lagi, sehingga berakhir dengan lunturnya nilai-nilai keislaman. Jika memang upaya ‘sad daro’I, maka kemunculan fatwa tersebut sebenarnya adalah wajar-wajar saja. Yang jelas memang, karakteristik dasar sebuah fatwa adalah ‘anjuran dan panduan’, berbeda dengan qodho’ atau keputusan hukum yang mengikat.Kedua, Metode Amar makruf dan Nahi Munkar yang disesuaikan dengan ruang lingkupnyaDi dalam Islam, kewajiban beramar makruf dan nahi munkar diikat dengan metodologi yang bertahap. Tidak semua orang bisa melakukan dalam setiap keadaan. Tapi hukum amar makruf nahi munkar ini tetap wajib, jika memang dipandang mampu untuk melakukannya dan sesuai dengan ‘ruang lingkup’ pengaruhnya.Kita masih ingat sebuah hadits shahih yang menyatakan : ” Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah mengubahnya dengan tangan, jika tidak bisa maka dengan lisan, jika tidak mampu maka dengan hati, maka itu adalah selemah-lemah iman “ (HR Muslim dari Abu Said Al-Khudry)Nah, apa yang diupayakan oleh pihak yang mengeluarkan fatwa tersebut, juga bisa kita pahami sebagai usaha ‘amar makruf nahi munkar’, sesuai dengan ruang lingkup pengaruh mereka. Kita bisa memahami bahwa yang mengeluarkan fatwa adalah pihak-pihak yang memang mempunyai otoritas untuk mengarahkan santri-santrinya dalam bersikap. Karenanya, tidak menjadi masalah jika mereka menerapkan fatwa tersebut dalam lingkup terbatas, tentu saja dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu sebagaimana yang kita bahas sebelumnya. Langkah fatwa ini mirip sopir bus yang menuliskan di dalam busnya : Dilarang mengeluarkan anggota badan, atau dilarang merokok “. Jadi langkah fatwa tersebut, tidak lebih dari ‘kesuksesan’ meningkatkan tingkatan amar makruf nahi munkar, dari sekedar ‘mengingkari dalam hati’ menjadi dengan lisan bahkan dengan tangan atau otoritas. Wallahu a’lamMENJAGA KEHALALAN FACEBOOKTerakhir, walau bagaimanapun tetap harus diakui bahwa di dalam aktifitas facebook menyimpan banyak celah untuk bermaksiat. Terlepas dari status dasarnya yang halal, mungkin saja disela-sela aktifitas kita dalam mengelola facebook muncul celah-celah kemaksiatan, yang jika tidak dihindari justru akan menjerumuskan kita lebih dalam. Ingat pepatah ulama : “ tidak disebut dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus”. Status dasar facebook memang halal, tapi terkadang itu bisa menipu kita sehingga mengatakan bahwa semua yang difacebook itu baik dan halal. Karenanya, tetap saja kita membutuhkan guidence agar tetap berada pada jalurnya. Agar status kehalalan facebook tidak menjadi luntur karena aktifitas kita. Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan diantaranya :1. Tetapkan visi yang baik dalam memulai membuka sebuah account facebook. Awali dengan niatan-niatan mulia yang tidak menjauhkan kita dari keridhoan Allah SWT. Seperti niat : berdakwah, meningkatkan ukhuwah, menambah teman dan jaringan, menambah info dan pengetahuan, menambah semangat dll.2. Pastikan seluruh yang kita tulis, baik dari profil kita maupun status, note dan comment tidak jauh melenceng dari visi awal yang kita torehkan.3. Tidak ada kata toleransi untuk kedustaan. Misalnya dusta dalam profil, atau menceritakan sesuatu yang tidak dialami dalam status. 4. Tidak mengikuti kuis, event, atau grup yang benar-benar tidak berguna dan hanya menghabiskan waktu saja.5. Menjaga adab pergaulan antar sesama lawan jenis. Jika memang diperlukan untuk berkomunikasi, cukup melalui wall post saja yang bersifat terbuka. Penggunaan message dan chat yang sifatnya pribadi untuk komunikasi antar lawan jenis sangat tidak dianjurkan bagi mereka yang tidak jelas visi nya dalam ber-facebook.6. Tidak terlalu berlebihan dalam ‘bersilaturahmi’ ke wall teman, message apalagi chat. Karena dalam islam pun silaturahmi ada adabnya juga. Sebuah hadits menyatakan : Berkunjunglah jarang-jarang, maka akan bertambah kecintaan (HR Hakim, Thobroni) . Semua ini dilakukan untuk menjaga agar tidak saling mengganggu privaci seseorang. 7. Tidak terlalu bersu’udzhon dengan message, wall atau chat yang tidak terbalas. Karena Islam juga menghargai kebebasan dan privasi seseorang, karena bisa jadi memang ada kesibukan yang tidak tergantikan. Masih ingat sebuah hadits yang menyatakan, jika mengetuk pintu/salam tiga kali dan tidak ada yang membukakan, maka sang tamu dianjurkan untuk pulang.8. Jika memang meniatkan untuk berdakwah dalam facebook, maka hendaklah bisa istiqomah dan menyemangati yang lain untuk juga berdakwah. Jangan lupa untuk menghidupkan budaya nasehat menasehati sebagaimana anjuran Islam dalam pertemanan dan ukhuwah.9. Tidak terpaku dan terhenti pada iklan-iklan facebook yang mengumbar aurat dan kemaksiatan.10. Penggunaan facebook hendaknya diefektifkan untuk selaras dengan visi awal. Tidak selayaknya berlebihan bahkan jika itu melalaikan dari ibadah dan menurunkan prestasi kerja, maka dengan sendirinya facebook menjadi musuh berbahaya yang mengancam masa depan anda dunia akhirat.Wallahu a’lam bisshowab.http://hattasyamsuddin.blogspot.com

SBY di Mobil ESEMKA

Pesan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Mobil ESEMKA
27-05-2009 09:50:49 Dibaca : 45 BANDUNG -

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membubuhkan tanda tangan di Mobil "Esemka" buatan siswa Sekolah Menegah Kejuruan (SMK).
Pembubuhan tanda tangan tersebut, dilakukan saat mengunjungi stand-stand pameran pendidikan dalam acara puncak Perayaan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2009 di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB Bandung, Selasa (26/5). Selain membubuhkan tanda tangan, Presiden SBY juga menuliskan pesan di mobil tersebut. "Karya yang membanggakan, saya harap dilanjutkan, SBY 26 Mei 2009," tulis pesan tersebut.Kehadiran Presiden SBY yang didampingi oleh Ibu Ani Yudhoyono sontak membuat para pengunjung pameran berebutan ingin mengambil foto presiden, meski dengan penjagaan yang sangat ketat. Para fotografi dan pengunjung sibuk memainkan kameranya untuk mengambil foto SBY. Dalam acara tersebut, Presiden SBY beserta istri tiba sekitar pukul 10.00 WIB di Gedung Sabuga ITB. Sebelum tiba di pintu utama, presiden beserta istri membuka kaca jendela mobil dan melambaikan tangannya kepada para pengunjung.Kedatangan Preiden disambut oleh Tarian Jaipongan dari puluhan mahasiswi Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Selain dihadiri oleh Presiden SBY, acara puncak Perayaan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2009, juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dan Menteri Pendidikan Nasional Bambang Soedibyo.ant/bur -Republika-

Prioritas Program PAUD

Selamat datang di Blog Nucleus Smart Publishing


Target APK Anak Usia Dini 2009 53,9 Persen
22-05-2009 11:50:29Jakarta, Jumat (15 Mei 2009)--
Program PAUD merupakan salah satu program prioritas Depdiknas.
Angka partisipasi kasar (APK) PAUD tahun 2008 baru mencapai 50,03 persen dari 29,8 juta anak. Target APK PAUD formal maupun PAUD nonformal akhir tahun ini adalah 53,9 persen baik yang dikelola Depdiknas maupun Departemen Agama.Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Depdiknas Hamid Muhammad saat memberikan keterangan pers di Gerai Informasi dan Media, Depdiknas, Jumat (15/05/2009) . "Masa usia PAUD 0-6 tahun adalah masa yang paling potensial untuk membangun dan menumbuhkembangkan potensi anak," katanya.Hamid mengatakan, upaya untuk meningkatkan akses pendidikan dilakukan terutama untuk perintisan PAUD di daerah terpencil di sebanyak 50 kabupaten dari 21 provinsi di Indonesia. Intinya, kata dia, pertama adalah untuk pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan pada pengelola PAUD di desa. Kedua, untuk para pembina di provinsi dan kabupaten. Ketiga, yang paling besar jumlahnya, adalah untuk pendirian lembaga PAUD. "Total 783 ribu anak yang bisa masuk program ini," katanya.Hamid mengungkapkan, kendala yang dihadapi untuk mendongkrak APK PAUD adalah tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya PAUD. Anggota masyarakat, kata dia, terutama di daerah pedesaan kurang peduli terhadap PAUD. "Bagi mereka yang penting masuk sekolah dasar. Padahal betapa pentingnya PAUD sebagai landasan wajib belajar sembilan tahun," katanya.Kendala lain yang dihadapi, ungkap Hamid, adalah perhatian pemerintah daerah yang kurang. Kalaupun ada, kata dia, masih fokus menangani taman kanak-kanak usia 5-6 tahun. "Padahal sebenarnya ada empat tahun masa yang sebenarnya hilang dalam pembinaan anak usia dini. Oleh karena itu, kita berupaya penanganan anak usia dini 0-6 tahun," katanya.Pemerintah, kata Hamid, juga memberikan perhatian terhadap tutor PAUD. Dia menjelaskan, tutor PAUD tidak seperti guru pada taman kanak-kanak yang diwajibkan berkualifikasi S1 ditambah pendidikan profesi. Tutor PAUD, kata dia, dilihat dari kompetensinya. "Belum ada standardisasi kualifikasi, tetapi secara bertahap akan kita lakukan beberapa standardisasi. Sementara ini yang kita lakukan dengan pelatihan," katanya.Direktur PAUD Sudjarwo Singowidjojo menyampaikan, upaya lain yang ditempuh untuk meningkatkan APK PAUD adalah diversivikasi bentuk-bentuk PAUD, yakni kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan PAUD sejenis. Dia mencontohkan, melalui PAUD sejenis yaitu dengan membina diantaranya posyandu dan taman pendidikan Alquran. "Kemudian dengan melakukan kemitraan dengan organisasi perempuan seperti Aisyiyah, Muslimat NU, dan PKK. Diharapkan, APK PAUD dapat mencapai 72,6 persen pada 2014," katanya.Hamid mengatakan, progam PAUD didukung melalui APBN dan grant dari pemerintah Belanda. Beberapa tahun belakangan ini, kata dia, program ini juga dibantu oleh UNICEF khususnya di kawasan Indonesia bagian timur. "Oleh karena itu, pada tahun ini bersamaan dengan program reguler, APBN, dan pihak donor kita akan melakukan kegiatan publikasi dan sosialisasi berupa sejumlah lomba," katanya.Hamid menjelaskan, kegiatan lomba bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pendidikan anak usia dini PAUD. Dia menyebutkan, lomba yang diselenggarakan secara rutin ini, yakni lomba jurnalistik PAUD, lomba lembaga PAUD Nonformal berprestasi, dan pemilihan mitra PAUD berprestasi.Adapun persyaratan lomba jurnalistik PAUD yang ditujukan bagi masyarakat umum dan wartawan adalah karya tulis telah diterbitkan di surat kabar/harian/ mingguan/ tabloid, majalah, sejak 2 Januari 2009 sampai dengan 2 Juli 2009. Karya tulis berupa artikel, feature, atau berita minimal 3.000 karakter. Naskah diterima panitia paling lambat tanggal 3 Juli 2009 (stempel pos). Total hadiah sebanyak Rp.45 juta.Sementara, persyaratan lomba lembaga PAUD Nonformal berprestasi adalah lembaga diusulkan oleh dinas pendidikan provinsi. Peserta lomba dibagi menjadi tiga kategori, yakni TPA, KB, dan Pos PAUD. Kepada pemenang lomba akan memperoleh tropi dan hadiah uang dengan nilai total sebanyak Rp.151.500.000, 00. Kemudian pada lomba pemilihan mitra PAUD berprestasi dimaksudkan untuk memberikan dukungan, motivasi, dan penghargaan bagi mitra PAUD tingkat provinsi yang berprestasi dan melakukan inovasi dalam bidang pembinaan PAUD, serta memberikan kontribusi terhadap peningkatan akses dan mutu layanan PAUD nonformal dan informal. Setiap provinsi mengirimkan masing-masing satu proposal dari enam unsur organisasi, yakni forum PAUD provinsi, HIMPAUDI provinsi, tim penggerak PKK provinsi, Muslimat NU provinsi, PP Aisyiyah Provinsi, dan BKOW provinsi.Proposal lomba paling lambat diterima oleh panitia pada tanggal 30 Juni 2009 dan pemenang lomba akan diumumkan oleh panitia pada awal September 2009. Kepada pemenang lomba akan memperoleh tropi dan hadiah uang dengan nilai total sebanyak Rp75.000.000,00.*** -GIM-

Universitasku Terbaik Di ASIA

UNS Solo Terbaik di Asia25-05-2009 13:26:41 Dibaca : 94 SOLO, - Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta masuk universitas terbaik dari 200 peringkat universitas terbaik di Asia (termasuk Jepang), sesuai laporan dari The Higher Education Suplement-Quacquarelli Symonds (THES QS) Asia, Mei 2009.Hasil itu menunjukkan UNS merupakan salah satu dari delapan universitas di Indonesia yang bisa masuk rangking 200 besar di Asia meski di Indonesia ada 2.700 perguruan tinggi. "Peringkat UNS sejajar dengan UNDIP Semarang dan berada diatas UNBRAW Malang," kata Rektor UNS Prof Dr Much Syamsulhadi, dr SpKj (K), di kampus Kentingan Solo, Senin (25/5).Daftar delapan universitas di Indonesia yang masuk dalam 200 peringkat Asia, yaitu Universitas Indonesia (UI) berada di peringkat 50, Universitas Gajah Mada (UGM) peringkat 63, Institut Teknologi Bandung (ITB) peringkat 80, Institut Pertanian Bogor (IPB) peringkat 119, Universitas Airlangga (UNAIR) peringkat 130, Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Universitas Diponegoro (UNDIP) sama-sama menempati peringkat 171, dan Universitas Brawijaya (UNBRAW) peringkat 191.Peringkat tersebut disusun dengan menilai kualitas penelitian, situasi dalam jurnal internasional, kualitas pembelajaran di fakultas, angka mahasiswa dan tenaga pengajar asing di UNS dan angka dosen UNS yang aktif di universitas luar negeri, serta keterlibatan alumni UNS di lembaga-lembaga atau industri dunia."Prestasi UNS tersebut terkait erat dengan kebijakan internasional Rektor UNS yang diimplementasikan oleh Pembantu Rektor IV melalui pembentukan Taskforce THES QS- International Office yang sudah mulai bekerja pada pertengahan tahun 2008 dan mendaftarkan tahun 2009," katanya.Untuk selanjutnya, UNS akan ikut serta dalam pemeringkatan dunia. Salah satu bukti lainnya adalah dengan diterimanya 23 orang dosen UNS untuk menempuh program S-3 di luar negeri dengan biaya DIKTI, mereka akan berangkat 2009, ke beberapa universitas di Eropa, Australia, dan Asia.Salah satu standar pemeringkatan yang dijadikan acuan adalah hasil penilaian yang dilakukan lembaga pemeringkatan universitas melalui THES-QS. Lembaga yang berpusat di London ini setiap tahun menerbitkan buku panduan untuk mahasiswa pencari universitas di dunia. "Tahun ini THES-QS juga menerbitkan pemeringkatan universitas terbaik di Asia," kata Rektor UNS. (BNJ) -KOMPAS-